PERANG MENGAKIBATKAN GANGGUAN MENTAL

Perang merupakan suatu aktivitas dimana terjadi kontak fisik atau jarak jauh dengan menggunaka senjata antara satu kelompok dengan kelompok lain. Tapi taukah anda bahwa perang juga berakibat pada kesehatan mental kita, karena perang seseorang dapat defresi, stress, yang berlanjut bunuh diri. Perang merupakan hal yang sudah ga biasa, hal ini sudah banyak terjadi di berbagai Negara maju maupun berkembang, dari zaman dahulu sampai sekarang termasuk Indonesia pernah merasakan dahsyatnya berperang, ketika itu kita berperang melawan penjajahan. Hal ini juga terjadi di Afhganistan yaitu para prajurit yang ditugaskan di medan tempur Afghanistan menderita semacam tekanan mental, dan jumlah prajurit dengan gangguan mental semakin banyak dari hari ke hari. Oleh karena itu, kelompok tersebut mendesak kepada militer AS untuk menggandakan jumlah tenaga profesional untuk menangani kesehatan mental di Afghanistan.

warStudi tersebut, yang dijalankan oleh tim penasehat mental militer AS, menemukan bahwa semangat juang para prajurit AS tercatat lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan hasil studi yang dilakukan pada tahun 2005 dan 2007. Hal itu ada hubungannya dengan perlawanan Taliban dan tingginya tingkat kekerasan dalam perang tersebut.Para prajurit junior seringkali dilanda stres yang lebih besar jika dibandingkan dengan para komandan senior militer AS, demikian menurut hasil studi tersebut.Pada tahun 2009, tercatat 21,4 persen prajurit AS di Afghanistan menderita depresi, rasa gelisah dan stres pasca trauma, meningkat jauh jika dibandingkan dengan angka 10,4 persen yang tercatat pada tahun 2005. Sebaliknya, di Irak angkanya mencapai 13 persen pada tahun 2009, level terendah yang pernah tercatat pada perang tersebut.

Tercatat ada tujuh tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh prajurit AS di sepanjang tahun 2008. Dan hingga bulan Mei tahun ini, sudah tercatat lima kasus bunuh diri. Menurut statistik kemiliteran, 133 orang prajurit militer aktif melakukan bunuh diri dari bulan Januari hingga Oktober tahun ini.Namun, upaya militer AS untuk menempatkan lebih banyak pekerja untuk menangani kesehatan mental di garis depan harus dihadapkan pada kurangnya tenaga profesional yang belum ditugaskan di kemiliteran.Studi tersebut menemukan bahwa faktor terbesar yang memberikan kontribusi terhadap gangguan mental adalah perjalanan perang yang terus-menerus berulang, waktu yang lebih pendek antara setiap perjalanan dan juga jumlah pertempuran yang dialami prajurit dalam perjalanan perang tersebut.Studi tersebut juga menemukan bahwa tingkat efektivitas kepemimpinan komandan lapangan juga menjadi salah satu faktor terbesar dalam memperkecil ancaman depresi atau gangguan mental lainnya.

Studi tersebut juga menemukan bahwa para prajurit mengeluhkan bahwa mereka kesulitan untuk menemukan ahli yang mampu menangani gangguan mental, dan kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap perawatan mental di Afghanistan, karena keadaan geografis dan faktor cuaca. Sebagian lagi karena militer AS berperang melawan Taliban dengan cara menyebar para prajurit di seluruh penjuru negara, para prajurit seringkali dikirimkan ke pangkalan-pangkalan di daerah terpencil.

http://www.suaramedia.com